Kamis, 02 Januari 2014

Benarkah Permen No 7 Tahun 2012 Mengancam Keberadaan Tambang Skala Kecil-Menengah?


JAKARTA--Terbitnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2012 yang memberlakukan larangan ekspor bahan tambang mentah mulai Mei 2012, mengancam aktifitas perusahaan pertambangan mineral skala kecil dan menengah di seluruh Indonesia. Pasalnya, seluruh perusahaan pertambangan yang ada masih mengandalkan ekspor bahan mentah dan mereka mengaku belum siap jika harus melakukan pengolahan dan pemurnian.
Dalam sebuah acara diskusi tentang Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012, siang tadi, (Kamis 23/02), bantak pelaku usaha sektor pertambangan yang mengaku kaget dan belum siap dengan Permen tersebut. Salah seorang peserta diskusi, Agus Suharsono dari PT. Abris Nikel menyampaikan terbitnya Permen tersebut tidak disertai sosilisasi dari pemerintah sehingga Permen tersebut dinilai akan membuat kolap  seluruh perusahaan pertambangan mineral khususnya nikel yang ada masih mengandalkan ekspor bahan mentah.
“Terbitnya Permen itu tidak disertai pemberitahuan dan sosialisasi dari pemerintah, kami mendukung semua upaya pemerintah namun kami juga perlu waktu,”katanya.
Semula dia beserta peserta diskusi lainnya hanya berpegangan pada Undang-Undang Minerba, yang dalam Undang-Undang tersebut dikatakan batas akhir eksport bahan mentah tambang tidak boleh lagi dilakukan pada tahun 2014.
“ Kalau kami tidak boleh melakukan eksport bahan mentah tahun ini mau dikemanakan pekerja kami yang jumlahnya sekitar seribu orang?, belum lagi efek dominonya pada masyarakat sekitar yang membuka usaha kecil  disekitar tambang,”tanya nya.
Sementara Suharmanto dari PT. Bintang Delapan menilai dengan terbitnya, Permen ini, pemerintah seolah tidak mau tau dengan kondisi yang dialami oleh perusahaan tambang dan Permen ini hanya menguntungkan perusahaan mineral yang sudah siap melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
“ Kami seolah disuruh mencari jalan keluarnya sendiri, sedangkan membuat smelter itu butuh waktu 2 samapi 3 tahun dengan  biaya investasi yang tinggi, itupun dengan catatan powerplantnya sudah ada. Dari sini jelas hanya perusahaan besar yang sudah siap dengan smelter yang diuntungkan,”ungkapnya.
Peserta diskusi dari PERHAPI, Andrie mengatakan, bahwa Permen yang dikeluarkan oleh Pemerintah sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Minerba pasal 5 soal pengendalian eksport  yang bunyinya “Pemerintah berhak untuk mengatur kekayaan negara”.
Pada kesempatan yang sama mantan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara serta Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, MS Marpaung yang menjadi moderator acara diskusi tersebut, mengatakan, alangkah bijaknya jika pemerintah memberikan waktu lebih pada perusahaan tambang agar kesannya seperti mengusir.
“ Anak kost aja akan diberitahu indung semanya jika kamarnya tidak lagi di sewakan, mereka yang memiliki IUP dengan luas konsesi 2000 hektar kebawah akan banyak yang dirugikan dan belum siap, karena banyak dari mereka yang baru membangun kontruksi, mulai menadatangani kontrak, mereka  pasti menuntut persamaan perlakuan dengan perusahaan pemegang KK,” ujarnya.
Dalam kesimpulan diskusi tersebut para peserta sepakat akan melakukan dialog dengan Pemerintah melalui Ditjen Minerba untuk mencari jalan tebaik dari masalah yang mereka hadapi.
.....
Setidaknya ada 2 masalah utama dengan pemberlakuan Permen ini antara lain: Pertama, Ancaman pengangguran karena PHK akan terbuka lebar karena beberapa perusahaan tambang yang tidak dapat membangun smelter terancam gulung tikar.  Kedua, pemerintah tidak memberikan alternatif lain untuk mencegah terjadinya PHK besar-besaran karena kebijakan ini dan pemerintah juga tidak memberikan solusi riil untuk mengatasi ancamam ketidaksanggupan perusahaan kecil-menengah dalam membangung smelter. dan pada akhirnya, yang akan diuntungkan dengan permen ini adalah perusahaan bermodal besar yang selama ini sudah menguasai dunia pertambangan bijih mineral di Indonesia. Betulkah demikian? Kita tunggu saja.
(sumber:www.pmeindonesia.com dengan sedikit perubahan)

JANUARI 2014, Pelarangan Ekspor Raw Bijih Material Dimulai !

JAKARTA, Pemerintah tetap komitmen melaksanakan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dengan menerapkan kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral di 12 Januari 2014.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menjelaskan, pelarangan ekspor bijih mineral ini sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri.
"Pemerintah berketetapan untuk melaksanakan UU Minerba, karena akan ada nilai tambah, ada pengendalian produksi dan ekspor. Dan otomatis akan ada pengendalian lingkungan," ujar Wacik dalam paparan akhir tahun di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/12).
Kendati ada persoalan dalam industri pertambangan, kata Wacik, yaitu penerapan kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral di 12 Januari 2014, pemerintah tetap berkomitmen menerapkan pelarangan ekspor tersebut.
"Pada 12 Januari 2014 tetap tidak boleh ekspor bijih mineral. Dan bagi perusahaan-perusahaan yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sudah disiapkan Peraturan Pemerintah (PP). PP segera keluar," pungkasnya.
Akankah ini menjadi mimpi buruk bagi eksportir Bijih Mineral? Kita lihat saja.
( sumber: www.pmeindonesia.com)

Selasa, 05 Juni 2012

Intisari Permendag No.29 Tahun 2012 Tentang Ekspor Hasil Tambang

Produk pertambangan merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, sehingga pengelolaan dan pengusahaannya harus dilakukan secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien serta berwawasan lingkungan guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan.  Dalam rangka mendukung upaya tertib usaha di bidang pertambangan, pemenuhan kebutuhan produk pertambangan di dalam negeri, serta menciptakan kepastian usaha dan kepastian hukum, perlu dilakukan pengendalian ekspor produk pertambangan. Untuk tujuan tersebut Menteri Perdagangan menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan
Melalui peraturan Menteri ini, pemerintah menetapkan sebanyak 65 Produk Pertambangan yang diatur ekspornya. Produk Pertambangan yang diatur ekspornya harus berasal dari pemegang IUP Operasi Produksi, IPR, IUPK Operasi Produksi dan/atau KK.
ET-Produk Pertambangan
Ekspor Produk Pertambangan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Produk Pertambangan (ET-Produk Pertambangan) dari Menteri. Dimana untuk mendapat pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan, perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan persyaratan:
  1. fotokopi IUP Operasi Produksi, IPR, IUPK Operasi Produksi, KK, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
  2. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
  3. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
  4. Rekomendasi Dirjen Minerba.
Persetujuan Ekspor
Setiap pelaksanaan ekspor Produk Pertambangan hanya dapat dilakukan oleh ET-Produk Pertambangan yang telah mendapat persetujuan ekspor Produk Pertambangan dari Menteri.
Untuk mendapatkan persetujuan ekspor, ET-Produk Pertambangan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan persyaratan:
  1. fotokopi IUP Operasi Produksi, IPR, IUPK Operasi Produksi, KK, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
  2. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
  3. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
  4. Rekomendasi Dirjen Minerba.
Verifikasi Oleh Surveyor
Produk Pertambangan yang diatur ekspornya wajib dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebelum muat barang yang dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.
Untuk dapat dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, ET-Produk Pertambangan harus mengajukan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis kepada Surveyor. Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang dilakukan oleh Surveyor meliputi:
  1. penelitian dan pemeriksaan terhadap data atau keterangan mengenai keabsahan administrasi dan wilayah asal Produk Pertambangan;
  2. jumlah Produk Pertambangan;
  3. jenis dan spesifikasi Produk Pertambangan yang mencakup Nomor Pos Tarif/HS melalui analisa kualitatif di laboratorium; dan
  4. waktu pengapalan dan pelabuhan muat.
Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang telah dilakukan oleh Surveyor dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) disertai hasil analisa kualitatif komposisi dan kadar mineral yang terkandung dalam Produk Pertambangan. Persetujuan Ekspor dan LS digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Pengakuan ET-Produk Pertambangan dicabut apabila:
  1. tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sebanyak 3 (tiga) kali;
  2. mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam dokumen pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan dan/atau persetujuan ekspor;
  3. mengekspor produk pertambangan yang jenis dan/atau jumlahnya tidak sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen ekspor Produk Pertambangan; dan/atau
  4. dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan dan/atau persetujuan ekspor. (Sumber : http://peraturan.bcperak.net/peraturan-menteri-perdagangan-nomor-29m-dagper52012 )

Senin, 04 Juni 2012

PERMENKEU No.75 2012 Tentang Barang Ekspor Kena Bea dan Tarif Keluar


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 75/PMK.011/2012
TENTANG
PENETAPAN BARANG EKSPOR YANG DIKENAKAN BEA KELUAR
DAN TARIF BEA KELUAR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor yang juga mengatur klasifikasi untuk barang ekspor, perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap klasifikasi atas barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar;   
b.    bahwa dalam rangka mendukung program hilirisasi industri kelapa sawit, perlu melakukan penyempurnaan terhadap uraian dan kelompok barang atas Kelapa Sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya;   
c.    bahwa berdasarkan pertimbangan/usulan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sebagaimana disampaikan melalui surat Nomor 3038/30/MEM.B/2012 perihal Kebijakan Pengendalian Penjualan Bijih (Raw Material atau Ore) Mineral ke Luar Negeri serta dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan ketersediaan sumber daya mineral di dalam negeri, perlu mengatur mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor berupa bijih (raw material atau ore) mineral;
d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar;
Mengingat:
1.    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
2.    Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886);   
   
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN BARANG EKSPOR YANG DIKENAKAN BEA KELUAR DAN TARIF BEA KELUAR.
Pasal 1
  Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:   
1.    Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.   
2.    Bea Keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang- Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.
   
3.    Pemberitahuan Pabean Ekspor adalah pernyataan yang dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean di bidang ekspor dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik.   
4.    Harga Patokan Ekspor yang selanjutnya disingkat HPE adalah harga patokan yang ditetapkan secara periodik oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian/kepala badan teknis terkait.   
5.    Harga Ekspor adalah harga yang digunakan untuk penghitungan Bea Keluar.   
6.    Harga Referensi adalah harga rata-rata internasional dan/atau harga rata-rata bursa komoditi tertentu di dalam negeri untuk penetapan tarif Bea Keluar yang ditetapkan secara periodik oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian/kepala badan teknis terkait.   
Pasal 2   
Terhadap barang ekspor dapat dikenakan Bea Keluar.
Pasal 3   
(1)  Barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a.  kulit dan kayu;     
b.  biji kakao;    
c.   kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya; dan      
d.  bijih (raw material atau ore) mineral.   
(2)  Besaran tarif Bea Keluar atas barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:     
a.  untuk kulit dan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;     
b.  untuk biji kakao sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;     
c.  untuk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan     
d.  untuk bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.   
Pasal 4
(1)  Terhadap penetapan tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa biji kakao sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:     
a.  untuk Harga Referensi sampai dengan USD 2,000 (dua ribu dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 1 pada Lampiran II.     
b.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 2,000 (dua ribu dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 2,750 (dua ribu tujuh ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 2 pada Lampiran II.     
c.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 2,750 (dua ribu tujuh ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 3,500 (tiga ribu lima ratus dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 3 pada Lampiran II.     
d.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 3,500 (tiga ribu lima ratus dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 4 pada Lampiran II.   
(2)  Terhadap penetapan tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:     
a.  untuk Harga Referensi sampai dengan USD 750 (tujuh ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 1 pada Lampiran III.     
b.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 750 (tujuh ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 800 (delapan ratus dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 2 pada Lampiran III.     
c.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 800 (delapan ratus dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 850 (delapan ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 3 pada Lampiran III.     
d.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 850 (delapan ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 900 (sembilan ratus dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 4 pada Lampiran III.     
e.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 900 (sembilan ratus dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 950 (sembilan ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 5 pada Lampiran III.     
f.   untuk Harga Referensi lebih dari USD 950 (sembilan ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,000 (seribu dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 6 pada Lampiran III.     
g.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,000 (seribu dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,050 (seribu lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 7 pada Lampiran III.     
h.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,050 (seribu lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,100 (seribu seratus dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 8 pada Lampiran III.     
i.   untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,100 (seribu seratus dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,150 (seribu seratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 9 pada Lampiran III.     
j.   untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,150 (seribu seratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,200 (seribu dua ratus dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 10 pada Lampiran III.     
k.  untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,200 (seribu dua ratus dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,250 (seribu dua ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 11 pada Lampiran III.     
l.   untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,250 (seribu dua ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 12 pada Lampiran III.   
(3)  Harga Referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan dengan berpedoman pada:     
a.  untuk biji kakao adalah harga rata-rata CIF New York Board of Trade (NYBOT), New York.     
b.  untuk kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya adalah harga rata-rata Cost Insurance Freight (CIF) Crude Palm Oil (CPO) dari Rotterdam, bursa Malaysia, dan/atau bursa Indonesia.   
Pasal 5   
(1)  Perhitungan Bea Keluar adalah sebagai berikut:     
a.  dalam hal Tarif Bea Keluar ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorum), Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:       
Tarif Bea Keluar x Jumlah Satuan Barang x Harga Ekspor per Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang.     
b.  dalam hal Tarif Bea Keluar ditetapkan secara spesifik, Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:        
Tarif Bea Keluar Per Satuan Barang Dalam Satuan Mata Uang Tertentu x Jumlah Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang.   
(2)  Harga Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan sesuai HPE.   
Pasal 6   
(1)  Terhadap produk campuran yang berasal dari Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya dapat dikenakan Bea Keluar.   
(2)  Jenis barang dan pos tarif atas produk campuran yang berasal dari Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya yang dikenakan Bea Keluar adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.   
(3)  Produk campuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:     
a.  campuran dari dua atau lebih jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.     
b.  campuran dari jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dengan jenis barang yang tidak dikenakan Bea Keluar, dengan volume dan/atau berat komponen barang yang dikenakan Bea Keluar lebih besar.   
Pasal 7   
(1)  Tarif Bea Keluar atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a adalah sebesar tarif Bea Keluar tertinggi yang berlaku dari komponen produk campuran tanpa memperhatikan komposisi komponen pencampurnya   
(2)  Tarif Bea Keluar atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b adalah:     
a.  sebesar tarif Bea Keluar yang berlaku dari komponen pencampur yang dikenakan Bea Keluar, apabila terdapat satu komponen pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan Bea Keluar; atau     
b.  sebesar tarif Bea Keluar tertinggi yang berlaku dari komponen pencampur tanpa memperhatikan komposisi komponen pencampur, apabila terdapat dua atau lebih komponen pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan Bea Keluar.   
Pasal 8   
Jumlah satuan barang untuk penghitungan Bea Keluar produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 adalah volume dan/atau berat total produk campuran.   
Pasal 9   
(1)  Harga Ekspor atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a adalah sebesar Harga Ekspor tertinggi yang berlaku dari komponen produk campuran tanpa memperhatikan komposisi komponen pencampurnya.   
(2)  Harga Ekspor atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b adalah:     
a.  sebesar Harga Ekspor yang berlaku dari komponen pencampur yang dikenakan Bea Keluar, apabila terdapat satu komponen pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan Bea Keluar; atau     
b.  sebesar Harga Ekspor tertinggi yang berlaku dari komponen pencampur tanpa memperhatikan komposisi komponen pencampur, apabila terdapat dua atau lebih komponen pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan Bea Keluar.   
Pasal 10
(1)  Terhadap campuran bijih (raw material atau ore) mineral yang mengandung dua atau lebih jenis bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dapat dikenakan Bea Keluar.   
(2)  Campuran bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:     
a.  campuran dari dua atau lebih jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang berbeda harganya.     
b.  campuran dari jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dengan jenis barang yang tidak dikenakan Bea Keluar.   
Pasal 11   
(1)  Bea Keluar atas campuran bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a dihitung berdasarkan harga tertinggi dari komponen campuran.   
(2)  Bea Keluar atas campuran bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan harga tertinggi dari komponen campuran yang dikenakan Bea Keluar.   
Pasal 12   
Jumlah satuan barang untuk penghitungan Bea Keluar campuran bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah berat total campuran bijih (raw material atau ore) mineral.   
Pasal 13   
Daftar merek RBD Palm Olein dalam kemasan yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana dimaksud dalam Kelompok V Nomor 28 pada Lampiran III, ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.   
Pasal 14   
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap barang ekspor berupa kulit, kayu, biji kakao, kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya, yang ekspornya dilakukan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan tanggal 31 Mei 2012, dikenakan Bea Keluar dengan tarif sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011.   
Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.   
Pasal 16   
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.   
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.         
Ditetapkan di Jakarta  Pada tanggal 16 Mei 2012
         
MENTERI KEUANGAN,
                          ttd.                      
  AGUS D.W. MARTOWARDOJO