KAMAR TAMBANG 79
This blog is made as connector to sellers and buyers of mining products from Indonesia. Here, the transactions of goods such as coal mining, nickel, iron ore can be done. I hope this blog could facilitate and provide for you.
Kamis, 02 Januari 2014
Benarkah Permen No 7 Tahun 2012 Mengancam Keberadaan Tambang Skala Kecil-Menengah?
JAKARTA--Terbitnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2012 yang memberlakukan larangan ekspor bahan tambang mentah mulai Mei 2012, mengancam aktifitas perusahaan pertambangan mineral skala kecil dan menengah di seluruh Indonesia. Pasalnya, seluruh perusahaan pertambangan yang ada masih mengandalkan ekspor bahan mentah dan mereka mengaku belum siap jika harus melakukan pengolahan dan pemurnian.
Dalam sebuah acara diskusi tentang Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2012, siang tadi, (Kamis 23/02), bantak pelaku usaha sektor pertambangan yang mengaku kaget dan belum siap dengan Permen tersebut. Salah seorang peserta diskusi, Agus Suharsono dari PT. Abris Nikel menyampaikan terbitnya Permen tersebut tidak disertai sosilisasi dari pemerintah sehingga Permen tersebut dinilai akan membuat kolap seluruh perusahaan pertambangan mineral khususnya nikel yang ada masih mengandalkan ekspor bahan mentah.
“Terbitnya Permen itu tidak disertai pemberitahuan dan sosialisasi dari pemerintah, kami mendukung semua upaya pemerintah namun kami juga perlu waktu,”katanya.
Semula dia beserta peserta diskusi lainnya hanya berpegangan pada Undang-Undang Minerba, yang dalam Undang-Undang tersebut dikatakan batas akhir eksport bahan mentah tambang tidak boleh lagi dilakukan pada tahun 2014.
“ Kalau kami tidak boleh melakukan eksport bahan mentah tahun ini mau dikemanakan pekerja kami yang jumlahnya sekitar seribu orang?, belum lagi efek dominonya pada masyarakat sekitar yang membuka usaha kecil disekitar tambang,”tanya nya.
Sementara Suharmanto dari PT. Bintang Delapan menilai dengan terbitnya, Permen ini, pemerintah seolah tidak mau tau dengan kondisi yang dialami oleh perusahaan tambang dan Permen ini hanya menguntungkan perusahaan mineral yang sudah siap melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
“ Kami seolah disuruh mencari jalan keluarnya sendiri, sedangkan membuat smelter itu butuh waktu 2 samapi 3 tahun dengan biaya investasi yang tinggi, itupun dengan catatan powerplantnya sudah ada. Dari sini jelas hanya perusahaan besar yang sudah siap dengan smelter yang diuntungkan,”ungkapnya.
Peserta diskusi dari PERHAPI, Andrie mengatakan, bahwa Permen yang dikeluarkan oleh Pemerintah sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Minerba pasal 5 soal pengendalian eksport yang bunyinya “Pemerintah berhak untuk mengatur kekayaan negara”.
Pada kesempatan yang sama mantan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral dan Batubara serta Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, MS Marpaung yang menjadi moderator acara diskusi tersebut, mengatakan, alangkah bijaknya jika pemerintah memberikan waktu lebih pada perusahaan tambang agar kesannya seperti mengusir.
“ Anak kost aja akan diberitahu indung semanya jika kamarnya tidak lagi di sewakan, mereka yang memiliki IUP dengan luas konsesi 2000 hektar kebawah akan banyak yang dirugikan dan belum siap, karena banyak dari mereka yang baru membangun kontruksi, mulai menadatangani kontrak, mereka pasti menuntut persamaan perlakuan dengan perusahaan pemegang KK,” ujarnya.
Dalam kesimpulan diskusi tersebut para peserta sepakat akan melakukan dialog dengan Pemerintah melalui Ditjen Minerba untuk mencari jalan tebaik dari masalah yang mereka hadapi.
.....
Setidaknya ada 2 masalah utama dengan pemberlakuan Permen ini antara lain: Pertama, Ancaman pengangguran karena PHK akan terbuka lebar karena beberapa perusahaan tambang yang tidak dapat membangun smelter terancam gulung tikar. Kedua, pemerintah tidak memberikan alternatif lain untuk mencegah terjadinya PHK besar-besaran karena kebijakan ini dan pemerintah juga tidak memberikan solusi riil untuk mengatasi ancamam ketidaksanggupan perusahaan kecil-menengah dalam membangung smelter. dan pada akhirnya, yang akan diuntungkan dengan permen ini adalah perusahaan bermodal besar yang selama ini sudah menguasai dunia pertambangan bijih mineral di Indonesia. Betulkah demikian? Kita tunggu saja.
(sumber:www.pmeindonesia.com dengan sedikit perubahan)
JANUARI 2014, Pelarangan Ekspor Raw Bijih Material Dimulai !
JAKARTA,
Pemerintah tetap komitmen melaksanakan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dengan
menerapkan kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral di 12 Januari 2014.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menjelaskan, pelarangan ekspor bijih mineral ini sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri.
"Pemerintah berketetapan untuk melaksanakan UU Minerba, karena akan ada nilai tambah, ada pengendalian produksi dan ekspor. Dan otomatis akan ada pengendalian lingkungan," ujar Wacik dalam paparan akhir tahun di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/12).
Kendati ada persoalan dalam industri pertambangan, kata Wacik, yaitu penerapan kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral di 12 Januari 2014, pemerintah tetap berkomitmen menerapkan pelarangan ekspor tersebut.
"Pada 12 Januari 2014 tetap tidak boleh ekspor bijih mineral. Dan bagi perusahaan-perusahaan yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sudah disiapkan Peraturan Pemerintah (PP). PP segera keluar," pungkasnya.
Akankah ini menjadi mimpi buruk bagi eksportir Bijih Mineral? Kita lihat saja.
( sumber: www.pmeindonesia.com)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menjelaskan, pelarangan ekspor bijih mineral ini sebagai upaya untuk meningkatkan nilai tambah pertambangan mineral melalui pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri.
"Pemerintah berketetapan untuk melaksanakan UU Minerba, karena akan ada nilai tambah, ada pengendalian produksi dan ekspor. Dan otomatis akan ada pengendalian lingkungan," ujar Wacik dalam paparan akhir tahun di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (27/12).
Kendati ada persoalan dalam industri pertambangan, kata Wacik, yaitu penerapan kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral di 12 Januari 2014, pemerintah tetap berkomitmen menerapkan pelarangan ekspor tersebut.
"Pada 12 Januari 2014 tetap tidak boleh ekspor bijih mineral. Dan bagi perusahaan-perusahaan yang sudah melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri sudah disiapkan Peraturan Pemerintah (PP). PP segera keluar," pungkasnya.
Akankah ini menjadi mimpi buruk bagi eksportir Bijih Mineral? Kita lihat saja.
( sumber: www.pmeindonesia.com)
Selasa, 05 Juni 2012
Intisari Permendag No.29 Tahun 2012 Tentang Ekspor Hasil Tambang
Produk pertambangan merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang
mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan
pembangunan daerah secara berkelanjutan, sehingga pengelolaan dan
pengusahaannya harus dilakukan secara mandiri, andal, transparan,
berdaya saing, efisien serta berwawasan lingkungan guna menjamin
pembangunan nasional secara berkelanjutan. Dalam rangka mendukung upaya
tertib usaha di bidang pertambangan, pemenuhan kebutuhan produk
pertambangan di dalam negeri, serta menciptakan kepastian usaha dan
kepastian hukum, perlu dilakukan pengendalian ekspor produk
pertambangan. Untuk tujuan tersebut Menteri Perdagangan menetapkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan
Melalui peraturan Menteri ini, pemerintah
menetapkan sebanyak 65 Produk Pertambangan yang diatur ekspornya. Produk
Pertambangan yang diatur ekspornya harus berasal dari pemegang IUP
Operasi Produksi, IPR, IUPK Operasi Produksi dan/atau KK.
ET-Produk Pertambangan
Ekspor Produk Pertambangan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang
telah mendapat pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Produk
Pertambangan (ET-Produk Pertambangan) dari Menteri. Dimana untuk
mendapat pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan, perusahaan yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur
Jenderal, dengan melampirkan persyaratan:
- fotokopi IUP Operasi Produksi, IPR, IUPK Operasi Produksi, KK, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
- fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
- fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
- Rekomendasi Dirjen Minerba.
Persetujuan Ekspor
Setiap pelaksanaan ekspor Produk Pertambangan hanya dapat dilakukan
oleh ET-Produk Pertambangan yang telah mendapat persetujuan ekspor
Produk Pertambangan dari Menteri.
Untuk mendapatkan persetujuan ekspor, ET-Produk Pertambangan harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal, dengan
melampirkan persyaratan:
- fotokopi IUP Operasi Produksi, IPR, IUPK Operasi Produksi, KK, IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
- fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
- fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
- Rekomendasi Dirjen Minerba.
Verifikasi Oleh Surveyor
Produk Pertambangan yang diatur ekspornya wajib dilakukan Verifikasi
atau Penelusuran Teknis sebelum muat barang yang dilakukan oleh Surveyor
yang ditetapkan oleh Menteri.
Untuk dapat dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis, ET-Produk
Pertambangan harus mengajukan permohonan Verifikasi atau Penelusuran
Teknis kepada Surveyor. Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang
dilakukan oleh Surveyor meliputi:
- penelitian dan pemeriksaan terhadap data atau keterangan mengenai keabsahan administrasi dan wilayah asal Produk Pertambangan;
- jumlah Produk Pertambangan;
- jenis dan spesifikasi Produk Pertambangan yang mencakup Nomor Pos Tarif/HS melalui analisa kualitatif di laboratorium; dan
- waktu pengapalan dan pelabuhan muat.
Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis yang telah dilakukan oleh
Surveyor dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) disertai hasil
analisa kualitatif komposisi dan kadar mineral yang terkandung dalam
Produk Pertambangan. Persetujuan Ekspor dan LS digunakan sebagai dokumen
pelengkap pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB).
Pengakuan ET-Produk Pertambangan dicabut apabila:
- tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sebanyak 3 (tiga) kali;
- mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam dokumen pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan dan/atau persetujuan ekspor;
- mengekspor produk pertambangan yang jenis dan/atau jumlahnya tidak sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen ekspor Produk Pertambangan; dan/atau
- dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan pengakuan sebagai ET-Produk Pertambangan dan/atau persetujuan ekspor. (Sumber : http://peraturan.bcperak.net/peraturan-menteri-perdagangan-nomor-29m-dagper52012 )
Senin, 04 Juni 2012
PERMENKEU No.75 2012 Tentang Barang Ekspor Kena Bea dan Tarif Keluar
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 75/PMK.011/2012
TENTANG
PENETAPAN BARANG EKSPOR YANG DIKENAKAN BEA KELUAR
DAN TARIF BEA KELUAR
DAN TARIF BEA KELUAR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 213/PMK.011/2011 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan
Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor yang juga mengatur klasifikasi
untuk barang ekspor, perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap klasifikasi
atas barang ekspor yang dikenakan Bea Keluar;
b.
bahwa dalam rangka mendukung program hilirisasi
industri kelapa sawit, perlu melakukan penyempurnaan terhadap uraian dan
kelompok barang atas Kelapa Sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk
turunannya;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan/usulan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral sebagaimana disampaikan melalui surat Nomor
3038/30/MEM.B/2012 perihal Kebijakan Pengendalian Penjualan Bijih (Raw
Material atau Ore) Mineral ke Luar Negeri serta dalam rangka
meningkatkan nilai tambah dan ketersediaan sumber daya mineral di dalam negeri,
perlu mengatur mengenai pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor berupa
bijih (raw material atau ore) mineral;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan
Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 3 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008
tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan
Tarif Bea Keluar;
Mengingat:
1.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4661);
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang
Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN BARANG EKSPOR YANG DIKENAKAN BEA KELUAR DAN
TARIF BEA KELUAR.
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.
Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2006.
2.
Bea Keluar adalah pungutan negara berdasarkan Undang-
Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor.
3.
Pemberitahuan Pabean Ekspor adalah pernyataan yang
dibuat oleh orang dalam rangka melaksanakan kewajiban pabean di bidang ekspor
dalam bentuk tulisan di atas formulir atau data elektronik.
4.
Harga Patokan Ekspor yang selanjutnya disingkat HPE
adalah harga patokan yang ditetapkan secara periodik oleh menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan
menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian/kepala badan teknis terkait.
5.
Harga Ekspor adalah harga yang digunakan untuk
penghitungan Bea Keluar.
6.
Harga Referensi adalah harga rata-rata internasional
dan/atau harga rata-rata bursa komoditi tertentu di dalam negeri untuk
penetapan tarif Bea Keluar yang ditetapkan secara periodik oleh menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan setelah berkoordinasi dengan
menteri/kepala lembaga pemerintah non kementerian/kepala badan teknis terkait.
Pasal 2
Terhadap barang
ekspor dapat dikenakan Bea Keluar.
Pasal 3
(1) Barang ekspor
yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a. kulit dan kayu;
b. biji kakao;
c.
kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk
turunannya; dan
d. bijih (raw
material atau ore) mineral.
(2) Besaran tarif
Bea Keluar atas barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sebagai berikut:
a. untuk kulit dan
kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini;
b. untuk biji
kakao sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini;
c. untuk kelapa
sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
d. untuk bijih (raw
material atau ore) mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 4
(1) Terhadap
penetapan tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa biji kakao sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Harga
Referensi sampai dengan USD 2,000 (dua ribu dollar Amerika Serikat) per ton,
tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 1 pada Lampiran II.
b. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 2,000 (dua ribu dollar Amerika Serikat) per ton sampai
dengan USD 2,750 (dua ribu tujuh ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per
ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 2 pada Lampiran
II.
c. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 2,750 (dua ribu tujuh ratus lima puluh dollar Amerika
Serikat) per ton sampai dengan USD 3,500 (tiga ribu lima ratus dollar Amerika
Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 3
pada Lampiran II.
d. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 3,500 (tiga ribu lima ratus dollar Amerika Serikat)
per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 4 pada
Lampiran II.
(2) Terhadap
penetapan tarif Bea Keluar atas barang ekspor berupa kelapa sawit, Crude
Palm Oil (CPO), dan produk turunannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Harga
Referensi sampai dengan USD 750 (tujuh ratus lima puluh dollar Amerika Serikat)
per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 1 pada
Lampiran III.
b. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 750 (tujuh ratus lima puluh dollar Amerika Serikat)
per ton sampai dengan USD 800 (delapan ratus dollar Amerika Serikat) per ton,
tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 2 pada Lampiran III.
c. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 800 (delapan ratus dollar Amerika Serikat) per ton
sampai dengan USD 850 (delapan ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per
ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 3 pada Lampiran
III.
d. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 850 (delapan ratus lima puluh dollar Amerika Serikat)
per ton sampai dengan USD 900 (sembilan ratus dollar Amerika Serikat) per ton,
tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 4 pada Lampiran III.
e. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 900 (sembilan ratus dollar Amerika Serikat) per ton
sampai dengan USD 950 (sembilan ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per
ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 5 pada Lampiran
III.
f.
untuk Harga Referensi lebih dari USD 950 (sembilan
ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,000
(seribu dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Kolom 6 pada Lampiran III.
g. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 1,000 (seribu dollar Amerika Serikat) per ton sampai
dengan USD 1,050 (seribu lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea
Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 7 pada Lampiran III.
h. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 1,050 (seribu lima puluh dollar Amerika Serikat) per
ton sampai dengan USD 1,100 (seribu seratus dollar Amerika Serikat) per ton,
tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 8 pada Lampiran III.
i.
untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,100 (seribu
seratus dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,150 (seribu seratus
lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Kolom 9 pada Lampiran III.
j.
untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,150 (seribu
seratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton sampai dengan USD 1,200
(seribu dua ratus dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 10 pada Lampiran III.
k. untuk Harga
Referensi lebih dari USD 1,200 (seribu dua ratus dollar Amerika Serikat) per
ton sampai dengan USD 1,250 (seribu dua ratus lima puluh dollar Amerika
Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 11
pada Lampiran III.
l.
untuk Harga Referensi lebih dari USD 1,250 (seribu dua
ratus lima puluh dollar Amerika Serikat) per ton, tarif Bea Keluar adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Kolom 12 pada Lampiran III.
(3) Harga Referensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan dengan berpedoman pada:
a. untuk biji
kakao adalah harga rata-rata CIF New York Board of Trade (NYBOT), New
York.
b. untuk kelapa
sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya adalah harga
rata-rata Cost Insurance Freight (CIF) Crude Palm Oil (CPO) dari
Rotterdam, bursa Malaysia, dan/atau bursa Indonesia.
Pasal 5
(1) Perhitungan Bea
Keluar adalah sebagai berikut:
a. dalam hal Tarif
Bea Keluar ditetapkan berdasarkan persentase dari Harga Ekspor (advalorum),
Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
Tarif Bea Keluar x Jumlah Satuan Barang x Harga Ekspor per Satuan Barang x
Nilai Tukar Mata Uang.
b. dalam hal Tarif
Bea Keluar ditetapkan secara spesifik, Bea Keluar dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut:
Tarif Bea Keluar Per Satuan Barang Dalam Satuan Mata Uang Tertentu x Jumlah
Satuan Barang x Nilai Tukar Mata Uang.
(2) Harga Ekspor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan sesuai HPE.
Pasal 6
(1) Terhadap produk
campuran yang berasal dari Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya
dapat dikenakan Bea Keluar.
(2) Jenis barang
dan pos tarif atas produk campuran yang berasal dari Crude Palm Oil
(CPO) dan produk turunannya yang dikenakan Bea Keluar adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
(3) Produk campuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi:
a. campuran dari
dua atau lebih jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III.
b. campuran dari
jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran III
dengan jenis barang yang tidak dikenakan Bea Keluar, dengan volume dan/atau
berat komponen barang yang dikenakan Bea Keluar lebih besar.
Pasal 7
(1) Tarif Bea
Keluar atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a
adalah sebesar tarif Bea Keluar tertinggi yang berlaku dari komponen produk
campuran tanpa memperhatikan komposisi komponen pencampurnya
(2) Tarif Bea
Keluar atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b
adalah:
a. sebesar tarif
Bea Keluar yang berlaku dari komponen pencampur yang dikenakan Bea Keluar,
apabila terdapat satu komponen pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan
Bea Keluar; atau
b. sebesar tarif
Bea Keluar tertinggi yang berlaku dari komponen pencampur tanpa memperhatikan
komposisi komponen pencampur, apabila terdapat dua atau lebih komponen
pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan Bea Keluar.
Pasal 8
Jumlah satuan
barang untuk penghitungan Bea Keluar produk campuran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 adalah volume dan/atau berat total produk campuran.
Pasal 9
(1) Harga Ekspor
atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a adalah
sebesar Harga Ekspor tertinggi yang berlaku dari komponen produk campuran tanpa
memperhatikan komposisi komponen pencampurnya.
(2) Harga Ekspor
atas produk campuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b adalah:
a. sebesar Harga
Ekspor yang berlaku dari komponen pencampur yang dikenakan Bea Keluar, apabila
terdapat satu komponen pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan Bea
Keluar; atau
b. sebesar Harga
Ekspor tertinggi yang berlaku dari komponen pencampur tanpa memperhatikan
komposisi komponen pencampur, apabila terdapat dua atau lebih komponen
pencampur yang berasal dari barang yang dikenakan Bea Keluar.
Pasal 10
(1) Terhadap
campuran bijih (raw material atau ore) mineral yang mengandung
dua atau lebih jenis bijih (raw material atau ore) mineral
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dapat dikenakan Bea Keluar.
(2) Campuran bijih
(raw material atau ore) mineral sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi:
a. campuran dari
dua atau lebih jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang berbeda harganya.
b. campuran dari
jenis barang yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
dengan jenis barang yang tidak dikenakan Bea Keluar.
Pasal 11
(1) Bea Keluar atas
campuran bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a dihitung berdasarkan harga tertinggi
dari komponen campuran.
(2) Bea Keluar atas
campuran bijih (raw material atau ore) mineral sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b dihitung berdasarkan harga tertinggi
dari komponen campuran yang dikenakan Bea Keluar.
Pasal 12
Jumlah satuan
barang untuk penghitungan Bea Keluar campuran bijih (raw material atau ore)
mineral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 adalah berat total campuran bijih (raw
material atau ore) mineral.
Pasal 13
Daftar merek RBD
Palm Olein dalam kemasan yang dikenakan Bea Keluar sebagaimana dimaksud
dalam Kelompok V Nomor 28 pada Lampiran III, ditetapkan oleh menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.
Pasal 14
Dengan
berlakunya Peraturan Menteri ini, terhadap barang ekspor berupa kulit, kayu,
biji kakao, kelapa sawit, Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya,
yang ekspornya dilakukan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini sampai dengan
tanggal 31 Mei 2012, dikenakan Bea Keluar dengan tarif sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010
tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
128/PMK.011/2011.
Pasal 15
Pada saat
Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.011/2010
tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.011/2011, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 16
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di
Jakarta Pada tanggal 16 Mei 2012
MENTERI KEUANGAN,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Langganan:
Postingan (Atom)